Empat kategori utama bisa dikenal dari
sudut pandang : tes – tes untuk tingkat bayi dan tingkat prasekolah ; tes – tes
yang digunakan untuk penaksiran komprehensifnatas orang – orang yang mentalnya
terbelakang ; tes – tes untuk orang dengan aneka ragam kekurangan indrawi dan
motorik , dan tes – tes yang dirancang untuk digunakan melintasi berbagai
kultur atau subkultur.
1. A. Pengetesan
Bayi dan Anak-Anak Prasekolah
Sejumlah anak taman kanak-kanak bisa di tes
dalam kelompok-kelompok kecil dengan jenis tes yang disusun untuk
tingkat-tingkat dasar. Kebanyakan tes untuk anak-anak dibawah umur 6 tahun
adalah tes kinerja atau tes lisan. Sedikit tes saja yang menuntut pemakaian
dasar kertas dan pensil. Lazim untuk membagi lima tahun pertama menjadi masa
bayi dan masa prasekolah.
o Sejak
lahir sampai umur mendekati 18 bulan
o Dari
18 sampai 60 bulan
Dari sudut pandang penyelenggaraan tes,
seharusnya diperhatikan juga bahwa seorang bayi harus tes sambil tiduran,
dipangku oleh seseorang atau digendong. Banyak dari tes-tes ini menyangkut
perkembangan sensori-motori, seperti didemonstrasikan oleh kemampuan bayi
mengangkat kepala, berbalik, meraih dan memegang objek, dan mengikuti objek
yang bergerak dengan matanya. Di pihak lain, anak prasekolah bisa berjalan,
duduk di meja, menggunakan tangannya untuk memanipulasi objek tes, dan
berkomunikasi dengan bahasa. Pada tingkat prasekolah, anak itu juga jauh lebih
responsif terhadap penguji sebagai pribadi, sementara untuk bayi si penguji
pertama-tama berfungsi untuk menyediakan objek stimulus. Pengetesan prasekolah
adalah proses yang jauh lebih antarpribadi (segi yang menambah, baik kesempatan
maupun kesulitan yang disajikan oleh situasi tes).
Skala-skala khusus yang diranjang untuk
anak-anak dan masa kanak-kanak awal serta mewakili berbagai pendekatan:
o Skala
Wechsler
o Skala
Stanford-Binet
o Skala
Kaufman
o Skala
kemampuan diferensial
Skala-skala ini digunakan dalam penilaian
anak-anak prasekolah, karena tes-tes ini mencakup masa 2 sampai 6 tahun selain untuk
umur-umur lebih tua.
o Latar
Belakang Sejarah Pengetesan Bayi dan Anak-Anak Prasekolah
Salah satu dari usaha-usaha sistematik
paling awal untuk memahami perkembangan anak-anak bayi normal dan prasekolah
dibuat dalam serangkaian studi longitudinal oleh Arnold Gesell dan
rekan-rekannya di Yale (Ames, 1989). Telaah-telaah ini, yang seluruhnya memakan
waktu emapat dasawarsa. (Gesell et al, 1940) merupakan usaha rintisan untuk
memberikan metode yang sistematis dan empiris untuk menaksir perkembangan
perilaku anak-anak kecil. Kebanyakan data diperoleh melalui observasi langsung
atas respons-respons anak terhadap mainan standar dan objek-objek stimulus lain
serta dilengkapi dengan informasi yang disedikan oleh orang tua atau pengasuh
utama lainnya.
Dasawarsa 1960-an sampai 1990-an tampak
adanya kebangkitan minat terhadap tes untuk bayi dan anak-anak prasekolah.
Faktor yang beperan dalam kebangkitan minat ini adalah:
o Perluasan
cepat program-program pendidikan untuk anak-anak yang keterbelakangan mental
o Perkembangan
luas program-program prasekolah dari pendidikan kompensatoris untuk anak-anak
yang secara kultural tidak beruntung
o Serangkaian
mandat legislatif yang ditujukan pada identifikasi dan remediasi secara dini
semua jenis ketidakmampuan jasmani dan mental, baim pada anak-anak prasekolah
maupun pada bayi.
o Tes-Tes
yang Dibakukan Untuk Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal
1. Skala-skala
Bayley untuk Perkembangan Bayi
Tes yang tersusun dengan amat baik untuk
tingkat usia paling dini adalah skala Bayley untuk perkembangan bayi.
Skala-skala Bayley-II memberikan tiga alat komplementer untuk menilai status
perkembangan anak di antara umur 1 bulan dan 31/2 tahun:
1. Mental
Scale
Skala mental mengambil sampel, misalnya
ketajaman sensorik dan perseptual, memori, proses belajar, pemecahan masalah,
vokalisasi, permulaan komunikasi verbal, dan pemikiran abstrak yang mendasar.
1. Motor
Scale
Skala motor melakukan pengukuran kemampuan
motorik yang besar, misalnya duduk, berdiri, berjalan dan menaiki tangga,
seperti halnya juga keterampilan manipulasi tangan dan jari; soal-soal yang
menilai integrasi sensorik dan perseptual-motorik juga termasuk dalam skala
motor ini.
1. Behavior
Rating Scale
Skala peringkat perilaku dirancang untuk
menaksir berbagai aspek perkembangan kepribadian, seperti perilaku emosional
dan sosial, rentang dan pembangkitan perhatian, ketekunan dan keterarahan pada
sasaran.
Bayley mengamati bahwa skala-skalanya,
seperti semua tes bayi, seharusnya digunakan, terutama untuk menaksir status
perkembangan dewasa inidaripada untuk memprediksi tingkat-tingkat kemampuan
selajutnya. Perkembangan kemapuan pada usia dini ini rentan terhadap begitu
banyak pengaruh yang mengganggu sehingga memberikan prediksi yang bernilai
kecil. Aylward (1995) telah mempersiapkan Bayley Infant Neurodevelopmental
Screener (BINS), pengukuran yang dirancang untuk dengan cepat menilai anak-anak
dari 3 samapi 24 bulan dengan cepat, dengan menggunakan kombinasi antara 11 dan
13 soal dri Bayley-II dan tes-tes neurologis lain.
1. Skala-skala
McCarthy Untuk Kemampuan Anak-Anak
Pada tingkat prasekolah, instrumen yang
tersusun dengan baik adalah McCarthy Scales Of Children’s
Abilities (MSCA-McCarthy,1972), yang sesuai bagi anak-anak
berumur antara 21/2 dan 81/2 tahun. Skala ini terdiri dari 18 tes,
tes-tes ini dikelompokkan ke dalam 6 skala yang tumpang-tindih:
1) Verbal
2)
Kinerja-Perseptual
3)
Kuantitatif
4) Kognitif
Umum, yang didasarkan pada 15 dari 18 tes dalam kumpulan tes, paling dekat
dengan pengukuran global tradisional atas perkembangan intelektual.
5) Memori
6) Motor
1. Skala-Skala
Piagetian
Meskipun dapat diterapkan lebih daripada
tingkat prasekolah, skala-skala ini dimodelkan pada teori-teori perkembangan
Jean Piaget yang sejaih ini diterapkan kebanyakan dalam masa kanak-kanak awal.
Sumbangan utama skala-skala Piagetian pada pengetesan psikologis untuk
anak-anak ada pada kemampuan skala-skal itu untuk memberikan kerangka teoritis
yang berfokus pada urutan perkembangan dalam proses berpikir dan prosedur
penaksiran yang dicirikan oleh kelenturan dan interpretasi kualitatif.
Pada dasarnya, skala Piagetian itu ordinal
dalam pengertian bahwa skala-skala itu mengandaikan urutan seragam dari
perkembangan melalui tahap-tahap berurutan. Tahap-tahap ini, yang merentang
dari periode sejak bayi samapi masa remaja dan seterusnya, disebut sebagai
tahap sensorimotor, pra-operasional, konkret-operasional dan
formal-operasional. Tugas-tugas Piagetian berfokus pada perkembangan jangka
panjang dari konsep-konsep tertentu atau skemata kognitif dan bukan pada sifat
yang luas. Objek utama dari skala-skala Piagetian adalah mendapatkan penjelasan
anak untuk peristiwa yang diamati dan alsan-alasan yang mendasari
penjelasannya. Skoring secara khusus didasarkan pada kualitas respons-respons
terhadap sejumlah kecil situasi masalah yang disajikan pada anak itu dan bukan
pada jumlah atau kesulitan soal-soal yang berhasil diselesaikan. Penguji lebih
konsentrasi pada proses pemecahan masalah daripada produk. Tes tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
1)
Skala-skala Ordinal untuk bayi
2)
Tugas-tugas yang dirancang untuk menilai pencapaian tahap-tahap
pra-operasional, konkret operasional dan formal operasional.
Ordinal Scales of Psychological Development
dipersiapkan oleh Uzgiris dan Hunt (1975) dan juga dikenal sebagai Infant
Psychological Development Scales. Skala-skala ini dirancang untuk menilai
pencapaian kemampuan kognitif antara umur 2 minggu dan 2 tahun. Umur-umur ini
mencakup apa yang oleh Piaget dicirikan sebagai masa sensorimotorik yang di
dalam terdapat 6 tingkat. Dalam rangka meningkatkan kepekaan instrumen mereka,
Uzgiris dan Hunt mengklasifikasikan respons-respons ini ke dalam lebih daripada
6 tingkat, jumlahnya bervariasi dari 7 sampai 14 dalam skala yang berbeda.
Rangkaian ini mencakup 6 skala. Yang dinamakan sebagai berikut:
1) Permanensi
Objek: pengertian yang muncul dari anak terhadap objek-objek yang secar
independen ada, diindikasikan oleh tindakannya mengikutiobjek dengan matanya
dan usahanya mencari objek setelah objek itu disembunyikan secara semakin lama
semakin sulit.
2)
Perkembangan Sarana: untuk mencapai tujuan lingkungan yang disukai – anak
menggunakan tangan dan sarana-sarana lain, misalnya tali, tongkat, alat
penunjang dan sebagainya dalam upaya menggapai objek.
3) Imitasi:
mencakup peniruan gerak tubuh maupun suara.
4) Kausalitas
Operasional: anak menangkap dan beradaptasi dengan kausalitas objektif, seperti
ditunjukan oleh respons yang menentang dari secara visual melihat tangannya menjalankan
perilaku yang dikehendaki dari seorang manusia dan menggerakkan mainan
mekanisme.
5)
Hubungan-hubungan objek dalam ruangan: anak mengkoordinasikan skemata melihat
dan mendengar untuk melokalisasi objek dalam ruangan dan memahami hubungan-hubungan
seperti itu sebagai wadah, keseimbangan dan gravitasi.
6)
Perkembangan Skemata: untuk berhubungan dengan objek – anak memberikan respons
terhadap objek dengan melihat, merasa, memanipulasi, menjatuhkan, melempar dan
sebagainya dan dengan cara sosial mendorong skemata yang sesuai untuk
objek-objek tertentu.
Skala-skala ini aslinya dirancang untuk
mengukur efek dari kondisi lingkungan yang khusus pada laju dan jalannya
perkembangan bayi.
Contoh kedua dari instrumen Piagetian yang
dibicarakan adalah Concept Assessment Kit – Conservation (CAK). Dirancang untuk
anak-anak yang berumur 4 sampai 7 tahun, tes ini memberikan pengukuran atas
salah satu dari konsep-konsep Piagetian yang terkenal. Konservasi merujuk pada
kesadaran anak bahwa sifat-sifat objek seperti berat, isi, dan jumlah tetap tak
berubah ketika objek itu menjalani transformasi dalam bentuk, posisi, rupa atau
atribut-atribut lain. (Goldschmid & Bentler, 1968) berfokus pada konservasi
sebagai indikator transisi anaka dari tahap pra-operasional ke tahap
konkret-operasional dari proses berpikir, yng ditempatkan oleh Piaget secara
kasar pada umur 7 atau 8 tahun.
Disepanjang tes ini, prosedur pada dasarnya
sama. Anak dihadapkan pada dua objek yang sama, kemudian penguji melakukan
perubahan tertentu pada salah satu objek itu dan menanyai anak tentang keasaam
atau perbedaannya. Setelah menjawab, anak itu diminta untuk menjelaskan
jawabannya. Dalam tiap soal, satu poin skor untuk penilaian ekuivalen yang
tepat dan satu poin untuk penjelasan yang dapat diterima.
o Evaluasi
atas pendekatan Piagietian
Masih ada kontroversi tentang dasar
teoritis dan empiris, menyangkut pendekatan Piagietian terhadap perkembangan
kognitif. Hambatan utama yang ditemukan dalam mengidentifikasikan tahap-tahap
melalui skala-skala ordinal adlah apa yang oleh para peneliti Piagietian
disebut decalage atau inkonsistensi dalam rangkaian yang diantisipasi.
Skala-skala Piagietian ternyata mempunyai
korelasi substansial dengan tes-tes inteligensi yang dibakukan(Gottfried &
Brody, 1975; Kaufman, 1971; Sexton, 1987) dan berkorelasi dengan tes
inteligensi kelompok (Kaufman & Kaufma, 1972). Skala-skala Piagetian lebih
sulit dilaksanakan dan membutuhkan lebih banyak waktu, terapi, terutama ketika
diintegrasikan dengan pengukuran berujukan-norma dan berujukan-domain, skala
Piagetian menghasilkan gambaran yang lenih kaya tentang apa yang bisa dilakukan
anak dan bagaimana ia melakukannya (D. Sexton, 1990).
Dalam kenytaannya, sekarang ada sejumlah
pendekatan inovatif, yang secara bersama-sama diberi nama “neo-Piagetian” yang
mengangkat persoalan-persoalan yang menyangkut perkembangan kognitif dari
perspektif yang dipengaruhi samapai tingkat tertentu yang berbeda-beda oleh
teori Piaget dan oleh sudut pandang pemrosesan informasi (Bellin & Pufall,
1992; Demetriou, 1988).
Dalam bidang penaksiran, sejumlah peneliti
neo-piagetian memadukan berbagai pendekatan dinamis dan menggunaka proses
belajar terperantara dalam cara terformalisasi untuk berusaha mengevaluasi
kapasitas mental dengan sesedikit mungkin mengandalkan basis pengetahuan
terdahulu individu yang bersangkutan (Pascual-Leone & Ijaz, 1991).
o Kecenderungan
Dewasa ini dalam Penilaian Bayi dan Masa Kanak-Kanak Dini
Secara historis, validitas tes terutama
hubungkan dengan kriteria diferensiasi umur dan korelasi dengan kinerja
akademik. Untuk bayi, kemampuan yang berarti telah diukur hampir secara
eksklusif dengan membandingkan hasil-hasil mereka dengan norma-norma umur yang
sama pada rentang tugas yang tercakup dalam skala perkembangan, misalnya skala Bayley,
akan tetapi, usaha-usaha kemasyarakatan belakangan ini untuk
mengidentifikasikan dan memulihkan kembali defisit menuntut agar alat-alat yang
dirancang untuk menilai fungsi kognitif pada bayi memiliki kekuatan prediktif.
Salah satu dari pendekatan baru yang
menarik adalah pengukuran atas keterampilan pemrosesan informasi, misalanya
Fagan Test Of Infant Intelligence (Fagan,1992; Fagan & Detterman, 1992).
Pada pendekatan ini didasarkan pada temuan atas kesenangan bayi akan hal-hal
baru yang pada gilirannya memungkinkan telaah atas kemampuan mereka dalam
melakukan abstraksi dan mempertahankan informasi. Tes Fagan, yang dirancang
untuk mealkukan diferensiasi antara anak-anak normal dan anak-anak dengan
kekurangan kognitif, menilai perhatian visula selektif terhadap hal-hal baru
pada bayi dari usia 3 sampai 12 bulan. Stimulinya adalah gambar-gambar wajah,
dan “skor” nya didasarkan pada jumlah waktu yang diluangkan bagi gambar-gambar
baru yang dibedakan dari gambar-gambar yang sudah dikenal. Semakin banyak diakui
juga kenyataan bahwa, agar intervensi bisa efektif, penilaian atas anak-anak
kecil harus komprehensif, akurat dan valid.
Infant-Toddler Developmental Assessment
(IDA) yang didasarkan pada pekerjaan yang dilakuak oleh kelompok
multidisipliner yang terdiri dari para spesialis anaka (Provence, Erikson<
vater & Palmeri, 1995a, 1995b, 1995c). IDA pada dasarnya adalah kerangka
kerja yang menuntun proses tim mengidentifikasi anak-anak, semenjak lahir
samapi 3 tahun, yang punya risiko mengalami penundaan dalam perkembangan.
Prosedur-prosedurnya mencakup keterlibatan orang tua melalui tiap fase,
tinjauan kesehatan, dan penilaian perkembangan yang didasarkan pada observasi
dan wawancara dengan orang tua dan pihak-pihak lain yang memberikan perhatian.
iDA dan sistem-sistem lain yang
menyerupainya telah dirancang unutk memenuhi kritik-kritik yang diarahkan pada
praktik yang terlalu berlebihan mengandalak tes-tes inteligensi dan jika
diimplementasikan secara tepat, bisa terbukti memiliki nilai praktis yang besar.
Seharusnya, dicatat juga bahwa penggunaan IDA tidak menyingkirkan penggunaan
pengukuran tradisional atas fungsi kognitif atau imstrumen lain apa pun untuk
maksud-maksud itu, misalnya mengukur posisi relatif seorang anak di kalangan
teman-teman sebaya, tempat mereka benar-benat diperlukan.
C. Mengetes Penyandang Cacat Jasmani
Syarat pendidikan yang sesuai
untuk semua anak cacat jasmani di cakup oleh Indivuduals with
Disabilities Education Act. Syarat-syarat Civil Rights umum yang
dimandatkan untuk minoritas lain di perluas untuk mencakup orang–orang yang
memiliki
ketidak mampuan jasmani. Perundangan ini melarang dalam bisang-bidang
pendidikan praktik memeprkerjakan orang, akses pada fasilitas jasmani,
pendidikan prasekolah, dasar dan menengah,pendidikan menengah atau, kesehatan,
kesejahteraan, dan pelayanan social. Jalan utama untuk menangani tes semacam
itu meliputi (1) modifikasi medium pengetesan, batas waktu, dan isi tes yang
ada; (2) penilaian klinis yang disesuaikan dengan individu bersangkutan, yang
memadukan skor-skor tes dengan sumber-sumber data lain dari sejarah
biografis, wawancara dan penilaian atas pengamat kehidupan sehari-hari yang
mendapat informasi secukupnya.
Educational Testing Service menggunakan
versi standard dan nonstandard dari College Board SAT dan GRE General Tes
dengan empat kelas pelamar cacat, yaitu kerusakan pendengaran, kerusakan
penglihatan, ketidakmampuan belajar dan kerusakan fisik (Willingham, et al., 1988). Karaketiristik-karakteristik psikometris
yang diselidiki mencakup reliabilitas, fungsi soal diferensial, struktur
factor, dan indeks-indeks validitas lain terkait dengan tingkat kinerja dan
kekuatan prediksi; isi tes, penentuan waktu, dan akomodasi. Masalah-masalah dan
prosedur pengetesan khusus dengan rujukan pada tiga kategori utama
ketidakmampuan jasmani, yaitu penedengaran, penglihatan, dam motorik.
Kerusakan Pendengaran
Anak-anak dengan kerusakan pendengaran
biasanya di rugikan oleh tes-tes verbal dan bila isi verbal dipresentasikan
secara visual. Tetapi dengan kemajuan akhir-akhir ini
penialian fungsi pendengaran telah mendiagnosis kerusakan pendengaran secara
akurat dan memulai pemulihan saat bayi berusia beberapa bulan (Shah &
Boyden, 1991). Pengetesan anak-anak tuna rungu adalah sasaran primer dalam
pengembangan skala kinerja paling awal, seperti Pintner-Paterson Perfomance
Scale dan Arthur Performance Scale. Tes verbal digunakan jika pertanyaan
lisan diketik pada kartu. Pada tingkatan yang lebih dasar,
Hiskey-Nebraska Test of Learning Aptitude (Hiskey, 1966) dikembangkan dan
dibakukan pada anak-anak tuli dan sulit mendengar. Ini tes individual yang
cocok untuk umur 3 sampai 17. Hiskey-Nebraska memiliki reliabilitas dan bukti
validitas memadai dan dipandang sebagai salah satu tes terbaik untuk digunakan
pada anak-anak kerusakan pendengaran (Sullivan & Burley, 1990).
Kerusakan Penglihatan
Teknik-teknik pengetesan lain yang sesuai
telah digunakan, misalnya dengan tape recorder. Tes-tes seperti College Board Scholastic Assessment Test (SAT)
juga dalam format tipe besar atau huruf Braille. Contoh paling awal tentang tes
intelegensi umum yang tealh di adaptasi untuk para tunanetra adalah tes binet.
Profil Wechsler atas anak-anak dengan kerusakan penglihatan telah menunjukkan
pola yang sama melintasi berbagai telaah; hasilnya menunjukkan bahwa komposisi
factorial tugas berbeda untuk mereka disbanding untuk anak penglihatan normal.
Meskipun IQ tak dianggap sebagai ukuran akurat seluruh fungsi kognitif anak dengan
kerusakan penglihatan, dalam tangan penguji skala Wechsler bias menyediakan
informasi diagnostic yang berguna dengan kekuatan dana kelemahan anak-anak.
Untuk anak-anak kerusakan penglihatan mempunyai contoh terbaik yaitu Blind
Learning Aptitude test (BLAT), adalah tes yang
diselenggarakan secara individual, yang memasukkan soal-soal yang diadaptasi
tes-tes lain, misalnya Raven’s Progressive Matrices, dan soal-soal nonverbal
lain, serta mempresentasikannya dalam suatu formal yang timbul.
Kerusakan Motorik
Ketidakmampuan motorik yang parah ditemukan
di antara orang-orang dengancerbol palsy yang
menggunakan tes intelegensi umum seperti Stanford-Binet. Berbagai tes
yang dibahas pada awalnya dirancang untuk digunakan dalam
pengetesan silang-budaya, juga dapat diterapkan pada orang-orang tidak
mampu secara motorik. Adaptasi Leiter International Performance Scale dan
Porteus Mazes untuk anak-anak celebral palsy,
(Allen & Collins, 1955; Arnold, 1951). Jenis tes lain yang memungkinkan
penggunaan respons dengan menunjuk adalah tes kosakata bergambar. Tes ini memberikan ukuran cepat
atas kosakata “penggunaan” yang membuat tes itu dapat diterapkan, terutama pada
orang-orang yang tidak mampu membuat vokalisasi dengan baik dan para tuna
rungu. Prosedur yang sama dari pengadaan tes di gabungkan dalam tesklasifikasi bergambar, sebagaimana
diilustrasikan oleh Columbia Mental Maturity Scale (CMMS-Burgermeister, Blum
& Lorge, 1972). Data ekstensif tentang validitas dan kemampuan aplikasi
CMMS pada berbagai kelompok individu penyandang cacat sudah tersedia untuk
bentuk awal test ini. Akan tetapi, karena norma-normanya sudah
kadaluwarsa dan rentang penaksiran kemampuan yang
sempit kemampuan aplikasi CMMS agak
terbatas.
l Pendekatan pada Pengetesan Lintas –
Budaya
o Pendekatan
pertama menyangkut pilihan soal yang umum bagi banyak budaya yang berbeda dan
validasi tes yang dihasilkan menurut kriteria lokal dalam banyak budaya yang
berbeda.
o Pendekatan
kedua adalah mengembangkan tes dalam satu budaya dan menjalankan untuk orang
dengan latar belakang budaya yang berbeda. Kita seharusnya menghindari
kesalahan karena memandang tes apapun yang dikembangkan dalam kerangka kultural
tunggal sebagai tongkat pengukur universal unutk mengukur ‘intelegensi’ atau
konstruk – konstruk lainnya. Yang bisa dipastikan dengan pendekatan semacam ini
adalah jarak kultural antara kelompok – kelompok, dan juga derajat akulturasi
seseorang serta kesiapannya unutk aktivitas pendidikan dan pekerjaan yang
spesifik untuk budaya tertentu.
o Pendekatan
ketiga adalah berbagai tes yang berbeda (adaptasi substansial tes – tes yang
ada) bisa dikembangkan dalam budaya, divalidasikan menurut kriteria lokal dan
digunakan hanya dalam budaya yang sesuai.
Tiap tes diterapkan hanya dalam budaya
dimana tes itu dikembangkan dan tak diusahakan perbandingan lintas – budaya
apapun.
Pengetesan multikultural bergerak menjauh
dari penyusunan tes – tes khusus dan lebih dan lebih berfokus pada peran
penguji selama proses pengetesan. Pada dasarnya, tanggung jawab penguji
untuk :
untuk memperoleh informasi tentang
latar belakang kultural orang yang di tes.
untuk Memilih tes yang paling cocok dengan
maksud penggunaan tes.
untuk Menyajikan dan meyelengarakan
tes secara efektif untuk individu – individu tertentu.
untuk Menginterpretasikan hasil –
hasil tes dilihat dari segi latar belakang dan konteks pengalaman
individu(pekerjaan, pendidikan, komunitas dan sebagainya).
l Penilaian Atas Lingkungan
Pencarian tes universal atas intelegensi
manusia sekarang diakui sebagai usaha yang sia – sia, karena ada
kesadaran yang makin kuat akan kontribusi besar dari lingkungan individu dan
riwayat pengalaman individu terhadap bentuk intelegensi mereka. Kondisi –
kondisi ini telah mendorong peningkatan aktivitas untuk menaksir lingkungan
tempat individu itu berfungsi.
Para sosiolog memanfaatkan prosedur –
prosedur yang rumit untuk mengidentifikasi keanggootaan kelas sosial seseorang
(Warner, Meeker, & Eels, 1949).
Keterbatasan utama indeks global
tradisional berasal dari fakta bahwa indeks – indeks tersebut
mengklasifikasikan lingkungan sepanjang kontinuum tunggal yakni lebih baik –
lebih buruk atau lebih tinggi – lebih rendah.
Pengetesan lintas – budaya menyoroti peran
penting yang dimainkan oleh pola asuh orangtua dan lingkungan rumah tangga dalm
perkembangan intelektual seorang anak yang sedang tumbuh. Perbedaan lingkungan
tidak terbatas pada populasi etnis atau budaya yang dengan jelas dapat
didefinisikan, tetapi bisa sangat memengaruhi perkembangan psikologis pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar