PENGERTIAN OBSERVASI
Observasi menjadi metode paling dasar dan paling tua dalam sebuah
penelitian, karena dalam cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses
mengamati. Beberapa penelitian baik itu kualitatif maupun kuantitif mengandung
observasi di dalamnya.
Istilah
observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘MELIHAT’ dan ‘MEMPERHATIKAN’.
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek
dalam fenomena tersebut. Observasi seringkali menjadi bagian dalam penelitian
dalam berbagai disiplin ilmu baik ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu sosial, dapat
berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperiental) maupun alamiah.
Observasi
yang berarti mengamati bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah
sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat rechecking, atau pembuktian
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
menurut Patton Bahwa persepsi
selektif pada manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas
dan reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data yang ilmiah.
Patton mengingatkan bahwa persepsi
selektif yang mewarnai bias-bias dan minat pribadi tersebut sesungguhnya
terjadi pada kebanyakan orang awam yang memang tidak terlatih. Agar memberikan
data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus
dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan memadai, serta
telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
Sebagai metode ilmiah observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang
luas observasi sebanarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan yang dilakukan
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengamatan yang tidak langsung
misalnya melalui quesionere dan tes.
Menurut Jehoda, observasi dapat menjadi alat penyelidikan ilmiah, apabila:
1. Mengabdi kepada
tujuan-tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
2. Direncanakan
secara sistematik, bukan terjadi secara tidak teratur.
3. Dicatat dan
dihubungkan secara sistematik dengan proporsi-proporsi yang lebih umum, tidak
hanya dilakukan untuk memenuhi rasa ingin tahu semata-mata.
4. Dapat di cek dan
dikontrol validitas, relibilitas, dan ketelitiannya sebagaimana data ilmiah
lainnya.
TUJUAN OBSERVASI
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka terlibat
dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual sekaligus
teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.
Patton (1990) mengatakan bahwa data hasil
observasi menjadi penting, karena :
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik
tentang konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.
2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap
terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan
pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi
lapangan yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualis
(yang ada sebelumnya) tentang topic yang diamati akan berkurang.
3. Mengingat individu yang telah sepenuhnya
terlibat dalam konteks hidupnya seringkali mengalami kesulitan merefleksikan
pemikiran mereka tentang pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat
hal-hal yang oleh pertisipan atau subjek peneliti sendiri kurang disadari.
4. Observasi memungkinkan penelitian memperoleh
data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkap oleh subjek
penelitian secara terbuka dalam wawancara.
5. Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh
persepsi selektif individu yang diwawancara. Berbeda dengan wawancara,
observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang
ditampilkan subjek penelitian atau pihak-pihak lain.
Observasi
memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif terhadap penelitian
yang dilakukannya. Impresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data
yang pada gilirannya dapat dimafaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
Bagi psikolog,
observasi perlu dilakukan karena bebarapa alasan:
1. Memungkinkan mengukur banyak perilaku yang tidak
dapat diukur dengan menggunakan alat ukur psikologi yang lain (alat tes). Hal
ini banyak terjadi pada anak-anak.
2. Prosedur testing formal seringkali tidak
ditangapi serius oleh anak-anak sebagaimana orang dewasa, sehingga sering
observasi menjadi metode pengukur utama.
3. Observasi dirasakan lebih tidak mengancam
dibandingkan cara pengumpulan data yang lain. Pada anak-anak observasi
menghasilkan informasi yang lebih akurat dibandingkan orang dewasa sebab orang
dewasa akan memperlihatkan perilaku yang dibuat-buat bila merasa sedang
diobservasi.
Oleh karena itu,
tujuan observasi seorang psikolog pada dasarnya adalah:
1. Untuk keperluan asesmen awal. Dilakukan di luar
ruang konseling, misalnya: ruang tunggu, halaman, ruang kelas, ruang bermain.
2. Untuk menentukan kelebihan dan kelemahan observe
dan menggunakan kelebihan tersebut untuk meningkatkan kelemahan klien.
3. Untuk merancang rencana individual (individual
plan) bagi klien berdasarkan kebutuhan.
4. Sebagai dasar/titik awal dari kemajuan klien. Dari beberapa kali pertemuan
psikolog tahu kemajuan yang dicapai klien.
5. Bagi anak-anak. Untuk mengethui perkembangan anak pada tahap tertentu.
6. Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan klien.
7. Digunakan dalam memberi laporan pada orang tua, guru, dokter, dll.
8. Sebagai informasi status anak/remaja (di sekolah) untuk keperluan bimbingan
dan konseling.
TEKNIK OBSERVASI
A. DIMENSI OBSERVASI
Secara umum setiap observasi yang dilakukan
tercakup dalam tiga dimensi, yaitu:
1. Partisipan dan Non partisipan.
2. Overt dan Covert.
3. Alamiah dan Buatan.
Dalam setiap
observasi yang dilakukan selalu tercakup ketiga dimensi diatas, dengan berbagai
kombinasi. Bisa Psrtisipan-Overt-Alamiah (poa), Non partisipan-Overt-Alamniah
(noa), Partisipan-Covert-Buatan (pcb), dan lain sebagainya.
Patton
menjelaskan berbagai alternatif cakupan dalam pendekatran observasi yang perlu
dipertimbangkan dengan baik, yaitu:
1. Apakah pengamat berpartisipasi
aktif dalam setting yang diamatinya ataukah ia menjadi pengamat pasif, dalam
arti tidak terlibat dalam aktivitas yang diamatinya tersebut (partisipasi atau
non partisipasi).
Pengamat yang partisipatif
akan menggunakan strategi pendekatan lapangan yang beragam secara stimulant
mengkombinasikan analisis dokumen, mewawancara responden dan informan,
berpatisipasi langsung sekaligus mengamati, dan melakukan instrospeksi. Hal-hal
tersebut tidak dilakukan peneliti yang melakukan observasi tidak terlibat
(tidak partisipatif). Keputusan sejauh mana peneliti perlu terlibat dalam
aktivitas yang diteliti tergantung pada banyak hal, antara lain sifat fenonema
yang diteliti, konteks politis, maupun pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Bila sebagian
peneliti menyatakan keterlibatan aktif dalam konteks yang diamati merupakan
cara paling ideal, Patton menganjurkan agar kita tidak perlu berpikir demikian.
Yang paling penting adalah negosiasikan dan menyesuaikan derajat pertisipasi
aktif peneliti dengan karekteristik subjek atau objek penelitian, sifat
interaksi peneliti-subjek penelitian, maupun konteks sosial politik yang
melingkupi fenomena yang diteliti. Dalam kasus-kasus tertentu, keterlibatan dan
partisipasi aktif pengemat justru dapat memunculkan masalah dan mengganggu
langkah-langkah pengumpulan data.
2. Apakah peneliti melakukan
observasinya secara terbuka, ataukah secara tertutup/terselubung? (overt atau
covert)
Diyakini bahwa
manusia pada umumnya akan bertingkah laku berbeda bila tahu bahwa mereka
diaamti. Sebaliknya, individu yang tidak menyadari bahwa ia sedang diamati akan
bertingkah laku biasa (tidak dibuat-buat atau disesuaikan dengan harapan
sosial). Karenanya sebagian peneliti berpendapat observasi yang tidak terbuka
(covert) akan meyakinkan peneliti menangkap kejadian yang sesungguhnya daripada
observasi terbuka.
Walaupun
demikian, tinjauan etis mengungkapkan problema berbeda: apakah etis melakukan
observasi sistematis tanpa memberi tahu dan meminta izin?
3. Apakah observasi perlu dilakukan
dalam jangka waktu lama, atau cukup dalam waktu yang terbatas?
Dalam tradisi
studi antropologi, observasi dapat berlangsung sangat lama, dilakukan
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dengan maksud agar peneliti dapat
memeperoleh pemahaman holistic mengenai budaya kelompok yang ditelitinya.
Sementara, dalam
studi ilmu sosial pada umumnya tujuan digunakannya observasi adalah untuk
mengungkap kompleksitas dan pola-pola realitas sosial.
Untuk studi yang
lebih praktis, waktu observasi yang terlalu lama tidak diperlukan, apalagi bila
fenomena yang diteliti adalah fenomena spesifik yang berlangsung pada saat-saat
tertentu saja. Dalam situasi yang demikian, yang penting adalah keberhasilan
peneliti melakukan observasi terhadap fenomena khusus yang jarang terjadi
tersebut.
4. Variasi berkenaan dengan focus
observasi: fenomena utuh aspek-aspek khusus?
Ada observasi
yang difokuskan pada fenomena utuh, dalam situasi seperti ini dibutuhkan
pelatihan meluas pada semua aspek yang terlibat. Ada pula observasi yang
sempit, misalnya dengan memfokuskan pada aspek-aspek atau elemen-elemen
tertentu saja dari keseluruhan yang kompleks.
Sedangkan
Banister menambahkan beberapa variasi pendekatan yang perlu dipertimbangkan
lebih lanjut, yaitu:
- Variasi dalam struktur observasi
Dapat bervariasi
mulai dari observasi yang dilakukan secara sangat terstruktur dan mendetai
sampai pada observasi yang tidak terstruktur.
- Variasi dalam fokus observasi
Dapat bervariasi
mulai dari dikonsentrasikan secara sempit pada aspek-aspek tertentu saja
(missal: bentuk komunikasi nonverbal tertentu saja) atau diarahkan secara luas
pada berbagai aspek yang dianggap relevan.
- Variasi dalam metode dan sarana/instrument yang
dilakukan untuk melakukan dan mencatat observasi.
Mulai dari
tulisan tangan, penggunaan computer (note book), dipakainya lembar pengecek,
stop watch, atau alat-alat yang lebih canggih seperti perekam suara dan gambar.
Apakah umpan balik (perlu) diberikan kepada orang-orang yang diamati? Bila
umpan balik dismapaikan, sejauh mana informasi akan disampaikan dan mengapa?
B. TEKNIK
OBSERVASI
Ada tidak jenis pokok dalam observasi yang masing-masing umumnya cocok
untuk keadaan-keadaan tertentu, yaitu: Observasi Partisipan-Observasi Nonpartisipan,
Observasi Sistematik-Obserbasi Nonsistematik dan Observasi Eksperimental-
Observasi Noneksperimental.
1. Observasi Partisipasi
Jenis teknik observasi partisipan umumnya digunakan orang untuk penelitian
yang sifatnya eksploratif. Untuk menyelidiki satuan-satuan sosial yang besar
seperti masyarakat suku bangsa kerap kali diperlukan observasi partisipan ini.
Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang mengadakan
observasi (observer) turut ambil bagian dalam kehidupan observee.
Pengamatan partisipatif memungkinkan peneliti dapat berkomusikasi secara
akrab dan leluasa dengan observee dan memungkinkan untuk bertanya secara lebih
rinci dan getail terhadap hal-hal yang tidak akan dikemukakan dalam tida jenis
observasi, yaitu:
a. Berpatisipasi secara lengkap.
Peneliti menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamati sehingga peneliti
mengetahui dan menghayati secara utuh dan mendalam sebagaimana yang dialami
subjek yang diteliti lainnya.
b. Berpartisipasi secara fungsional.
Maksudnya peneliti sebenarnya bukan anggota asli kelompom yang diteliti
melainkan dalam peristiwa-peristiwa tertentu bergabung dan berpartisipasi
dengan subjek yang diteliti dalam kapasitas sebagai pengamat.
c. Berpartisipasi sebagai pengamat.
Maksudnya peneliti ikut berpartisipasi dengan kelompom subjek yang
diteliti, tetapi hubungan antara peneliti dan subjek yang diteliti bersifat
terbuka, tahu sama tahu, akrab, bahkan subjek yang diteliti sebagai sponsor
penelitian itu sendiri, yang kepentingan penelitian tidak hanya bagi peneliti,
melainkan juga subjek yang diteliti.
Beberapa persoalan pokok yang perlu mendapat perhatian secukupnya dari
seorang partisipan observer adalah:
a. Materi
Observasi
Persoalan tentang materi observasi sama sekali tidak dapat dilepaskan dari
scope dan tujuan penelitian yang hendak diselenggarakan. Adalah perlu sekali
observer memusatkan perhatiannya pada apa yang sudah dikerangkakan dalam
pedoman observasi (observation guide) dan tidak terlalu insidental dalam
observasi-observasinya.
Sungguhpun observer pertisipan mengikuti dan turut serta dalam
kegiatan-kegiatan observee, namun masih perlu dibedakan mana persoalan yang
penting dan tidak penting.
b. Waktu dan
Bentuk Pencatatan
Masalah kapan dan bagaimana mengadakan pencatatan adalah masalah yang pelik
dan penting bagi observasi partisipan. Sudah dapat dipastikan bahwa pencacatan
dengan segera terhadap kejadian-kejadian dalam situasi interaksi adalah yang
terbaik.
Pencatatan on the spot, akan mencegah pemalsuan ingatan karena terbatasnya
ingatan. Sungguh pun begitu ada saat dimana pencatatan on the spot tidak dapat
dilakukan, misalnya ketika situasi yang normal terganggu, ketika timbul rasa
curiga pada observee, dan ketika observer kesulitan karena harus mencegah
perhatiaannya untuk parisipasi, mengobservasi, dan mencatat secara
bersama-sama.
Jika pencatatan on the spot tidak dilakukan, sedang kelangsungan situasi
cukup lama, maka perlu dijalankan pencatatan dengan kata-kata kunci. Akan
tetapi, pencatatan semacam ini pun harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak
menarik perhatian dan tidak menimbulkan kecurigaan. Pencatatan dapat dilakukan
misalnya pada kertas-kertas kecil atau pada kertas apapuyang kelihatannya tidak
berarti.
Tiap-tiap pencatatan dapat mengambil dua bentuk:
a. Bentuk Kronologis, menurut urut-urutan kejadiannya.
b. Bentuk sistematik, yaitu memasukkan tiap-tiap kejadian dalam
kategori-kategorinya masing-masing tanpa memperhatikan urutan kejadiannya.
Maisng-masing bentuk itu mempunyai kebaikan dan kelemahannya
sendiri-sendiri. Kebaikan bentuk yang pertama adalah bahwa konteks observasi
masih dapat dipertahankan. Sedangkan kebaikan bentuk yang kedua adalah sekali
jalan penyelidik sudah mempersiapkan penganalisaan data yang dicatat.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah memisahkan antara pendataan yang
faktual dengan pencatatan yang interpretatif. Tidak jarang penyelidik secara
tidak sadar mencatat suatu kejadian sebagai fakta, padahal sebenarnya adalah
interpretasi. Ini dapat diketahui dengan mudah bila dua orang observer dari
latar belakang yang berlainan mengkonfrontasikan pencatatan-pencatatan mereka.
Oleh sebab itu ada baiknya jika pencatat memberikan kode-kode tertentu untuk
dua jenis pencatatan itu, misalnya kode (1) untuk pencatatan jenis faktual dan
kode (2) untuk pencatatan jenis interpretatif.
Pemisahan itu penting karena:
1. Untuk membedakan mana data yang otentik dan mana
yang tidak.
2. Jika observasi dilakukan oleh suatu team, dalam
penganalisaan data tidak banyak timbul kesulitan atau perselisihan paham.
Bagaimana
mengusahakan, mengatur, dan memelihara hubungan antara observer dan observee
selalu merupakan persoalan yang sangat pelik dalam observasi partisipan.
Pedoman minimal
yang perlu dipegang teguh oleh penyelidik dalam hal ini adalah:
1. Mencegah adanya kecurigaan.
2. Mengadakan good rapport, dan
3. Menjaga agar situasi dalam masyarakat yang
diselidiki tetap wajar.
Good rapport,
yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh semangat kerjasama, saling
mempercayai, saling tenggang rasa, sama derajad dan saling membantu secara
harmonik antara observer dan observee, perlu diusahakan bukan saja dengan
tokoh-tokoh kunci, tetapi juga dengan seluruh lapisan masyarakat ajang
observasi.
Masalah lain yang
juga perlu mendapat perhatian penyelidik yang menggunakan teknik observasi
partisipan adalah memberikan “alasan” tentang kehadirannya yang dapat
dimengerti dan diterima oleh anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan.
a. Intensi dan Ekstensi Partisipasi
Dalam hal luasnya
partisiapasi tidaklah sama untuk semua penyelidikan dengan observasi partisipan
ini. Penyelidik dapat mengambil partisipasi hanya pada beberapa kagiatan sosial
(partial participation), dan dapat juga pada semua kegiatan (full
participation). Dan dalam tiap-tiap
kegiatan itu dia dapat turut serta sedalam-dalamnya (intensive participation)
atau secara minimal (surface participation). Hal ini tergantung pada
situasinya.
Dalam observasi partisipan observer berperan ganda yaitu sebagai pengamat
sekaligus menjadi bagian dari yang diamati, sedangkan dalam observasi
norpartisipan observer hanya memerankan diri sebagai pengamat. Perhatian
peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret, mempelajari, dan
mencatat tingkah laku atau fenomena yang teliti. Observasi nonpartisipan dapat
bersifat tertutup dalam arti tidak diketahui oleh subyek yang diteliti ataupun
terbuka yakni diketahui oleh subyek yang diteliti.
2. Obsevasi Sistematik
Observasi sistematik biasa disebut juga observasi berkerangka atau
structured observation. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka yang
memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya lebih dulu, dan
ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu.
a. Materi Observasi
Isi dan luas situasi yang akan diobservasi dalam observasi sistematik
umumnya lebih terbatas. Sebagai alat untuk penyelidikan deskriptif, dia
berlandaskan pada perumusan-perumusan yang lebih khusus. Wilayah atau scope
observasinya sendiri telah lebih dahulu dibatasi dengan tegas sesuai dengan
tujuan dari penelitian, bukan situasi kehidupan masyarakat seperti pada
observasi partisipan yang umumnya digunakan dalam penelitian eksploratif.
Parumusan-perumusan masalah yang hendak diselidiki pun sudah dikhususkan,
misalnya hubungan antara pengikut, kerjasama dan persaingan prestasi belajar,
dan sebagainya. Dengan begitu kebebasan untuk memilih apa yang diselidiki
adalah sangat terbatas. Ini kadang-kadang dijadikan ciri yang membedakan
observasi sistematik dari observasi partisipan.
b. Cara-cara Pencatatan
Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan secara teliti memungkinkan
jawaban-jawaban, respon, atau reaksi yang dapat dicatat secara teliti pula.
Ketelitian yang tinggi pada prosedur observasi inilah yang memberikan
kemungkinan pada penyelidik untuk mengadakan ‘kuantifikasi’ terhadap
hasil-hasil penyelidikannya.Jenis-jenis gejala atau tingkah laku tertentu yang
timbuk dapat dihitung dan ditabulasikan. Ini akan sangat memudahkan pekerjaan
analisa hasilnya nanti.
c. Hubungan antara Observer dan Observee
Dalam observasi sistematik hubungan observer dan observee mengajukan suatu
persoalan yang pelik. Jika tidak dilakukan dibelakang ‘one way screen’.
Observasi jenis ini menimbulkan masalah yang sama dengan observasi partisipasi
untuk mengusahakan rapport yang baik. Pertama-tama situasinya harus disiapkan
sedemikian rupa sehingga para observee tidak berkeberatan menerima observer.
Dengan kesibukannya mengadakan pencatatan, menggunakan alat-alat, dan
kesibukan-kesibukan lainnya, seorang observer tidak akan dapat menyembunyikan
kenyataan-kenyataan sedang mengadakan penyelidikan. Kerena itu, mendapatkan
kerjasama yang sebaik-baiknya dengan observee adalah syarat mutlak dalam
observasi sistematik.
Dalam pada itu pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa jika sebelum
penyelidikan yang sebenarnya observer sudah pernah hadir dalam situasi sekali
atau beberapa kali umumnya, kehadirannya di sudut kamar tidak banyak
mempengaruhi kegiatan-kegiatan grup yang sedang berjalan.
3. Observasi Eksperimental
Observasi dapat dilakukan dalam lingkup alamiah/natural ataupun dalam
lingkup eksperimental.
Dalam observasi alamiah observer mengamati kejadian-kejadian,
peristiwa-peristiwa, dan perilaku-perilaku observee dalam lingkup natural,
yaitu kejadian, peristiwa, atau perilaku apa adanya tanpa adanya usaha untuk
mengontrolnya.
Observasi eksperimental dipandang sebagai cara penyelidikan yang relatif
murni menyelidiki pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku
manusia. Sebab faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku observee telah
dikontrol secermat-cermatnya sehingga tinggal satu-dua faktor untuk diamati bagaimana
pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu terhadap tingkah laku.
Ciri-ciri penting bagi observasi eksperimental adalah sebagai berikut :
- Observer
dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seseragam mungkin untuk
semua observee.
- Situasi
dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan variasi timbulnya tingkah laku
yang akan diamati oleh observer.
- Situasi
sedemikian rupa sehingga observee tidak tahu maksud yang sebenarnya dari
observasi.
- Observer
atau alat pencatat membuat catatan-catatan dengan teliti mengenai
cara-cara observee mengadakan aksi reaksi, bukan hanya jumlah reaksi
semata-mata.
PROSES OBSERVASI
A. ALAT
OBSERVASI
Ada bebarapa alat observasi yang digunakan dalam situasi-situasi yang
berbeda-beda, antara lain :
1. Anekdotal
Observer mencatat hal-hal yang penting. Pencatatan dilakukan sesegera
mungkin pada tingkah laku yang istimewa. Observer harus mencatat secara teliti
apa dan bagaimana kejadian, bukan bagaimana menurut pendapatnya. Akan tetapi,
kerugian dari bentuk seperti ini adalah memakan waktu yang agak lama.
2. Catatan Berkala
Dalam catatan berkala penyelidik yang mencacat macam-macam kejadian khusus
sebagimana pada observasi anecdotal, melainkan hanya pada waktu-waktu tertentu.
Apa yang dia lakukan adalah mengadakan observasi cara-cara orang bertindak
dalam jangka waktu tertentu, kemudian menuliskan kesan-kesan umumnya. Setelah
dia menghentikan penyelidikannya dan mengadakan penyelidikan lagi pada saat ini
dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
3. Check List
Check list adalah suatu daftar yang berisi nama-nama subyek dan
faktor-faktor yang hendak diselidiki. Check list dimaksudkan untuk
mensistematikan catatan observasi. Dengan check list ini lebih dapat dijamin
bahwa penyelidik mencatat tiap-tiap kejadian yang telah ditetapkan hendak
diselidiki.
Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam check
list, dan observer tinggal memberi tanda check secara cepat tentang ada
tidaknya aspek perbuatan yang tercantum dalam list.
4. Rating Scale
Rating scale adalah pencatatan gejala menurut tingkat-tingkatnya. Rating
scale ini sangat populer karena pencatatanya sangat mudah, dan relatif
menunjukkan keseragaman antara pencatat dan sangat mudah untuk dianalisis
secara statistik.
Rating scale umumnya terdiri dari suatu daftar yang berisi ciri-ciri
tingkah laku yang harus dicatat secara bertingkat observasi diminta mencatat
pada tingkat yang bagaimana suatu gejala atau ciri tingkah laku timbul.
Rating scale mempunyai kesamaan dengan ckeck
list. Observer tinggal member tanda-tanda tertentu dan mengecek pada
tingkat-tingkat tingkah laku tertantu. Dengan cara ini deskripsi yang panjang
lebar tidak diperlukan, dan waktu sangat dihemat oleh karenanya.
Namun, demikian ada beberapa sumber kesesatan
yang perlu mendapat perhatian dari observer, yaitu:
a. Hallo Effects
Kesesatan ‘halo’
terjadi jika observer dalam pencatatan terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik
pada observe, sedang observer tidak menyelidiki kesan-kesan umum itu. Jadi, misalnya seorang
observer mungkin terpikat oleh tingkah laku yang sopan dari orang yang diamati,
dan memberikan penilaian yang tinggi pada observe tanpa memperhatikan pada
aspek yang sebenarnya hendak diamati. Dan sebaliknya seorang observer dapat
memberi nilai yang lebih rendah daripada semestinya tentang suatu hal yang oleh
karena observe berpakaian yang kurang rapi, sedang observer sendiri adalah
orang yang biasa berpakaian rapi.
b. Generosity Effects
Kesesatan dapat terjadi karena keinginan untuk
berbuat baik. Dalam keadaan-keadaan yang meragukan seorang observer mempunyai
kecenderungan seorang observer mempunyai kecenderungan untuk menilai yang
menguntungkan (atau merugikan) observee.
c. Carry
Over Effects
Carry over effects terjadi jika pencatat tidak
dapat memisahkan satu gejala dari yang lain dan jika gejala yang satu kelihatan
timbul dalam keadaan yang baik, gejala yang lainnya juga dicatat dalam keadaan
baik, sungguhpun kenyataannya tidak begitu. Pencatatan gejala yang satu dan
dibawa-bawa dalam pencatatan gejalan lainnya ini pasti tidak akan menghasilkan
fakta-fakta yang sesuai dengan keadaannya. Sehingga hal ini perlu diperhatikan
oleh seorang peneliti yang hendak meneliti suatu gejala.
5. Mechanical Devices
Perkembangan alat-alat optika yang maju memungkinkan seorang observer
menggunakan alat pencatat mesin seperti kamera video untuk menyelidiki tingkah
laku orang. Biaya untuk ini sangat mahal tetapi pada kesempatan-kesempatan
tertentu diperlukan juga.
Keuntungan dari observasi yang menggunakan alat ini adalah:
- Dapat
diputar kembali setiap dibutuhkan.
- Dapat
diputar lambat-lambat untuk memungkinkan analisa yang diteliti tentang
tingkah laku manusia, yang belum tentu dapat dilakukan dalam kegiatan
normal.
- Untuk
seorang perancang reseach memberikan bahan-bahan yang berharga untuk
mengembangkan problema-problema penelitian.
- Sebagai
alat untuk melatih observer untuk memperbaiki kecermatan dan ketelitian
observasinya.
B. OBSERVER
Spradley (1980) menyebutkan bahwa peran observer dalam metode observasi
adalah:
1. Observer tidak berperan sama sekali
Dalam Observasi observer tidak berperan, kehadiran dalam area penelitian
hanya untuk melakukan observasi tetapi tidak diketahui oleh subyek yang
diamati.
Observasi jenis ini bisa dilakukan, misalnya dengan menggunakan kaca “one
way mirror“ seperti pengamatan pada sekelompok anak-anak dengan perilaku di
dalam kelas dalam suatu ruangan atau kelas, atau menggunakan teropong jarak
jauh untuk mengamati perilaku seorang atau sekelompok orang. Pengamatan semacam
itu juga bisa dilakukan dengan cara menggunakan rekaman video sehingga peneliti
benar-benar tidak melakukan peran sama sekali.
2. Observer berperan pasif
Dalam jenis ini observer mendatangi peristiwa, akan tetapi kehadirannya di
lapangan menunjukkan peran yang peling pasif. Kehadirannya sebagai orang asing
diketahui oleh orang yang diamati, dan bagaimanapun hal ini membawa pengaruh.
Agar kehadiran peneliti tidak mempengaruhi sifat alamiah subjek, sebaiknya
peneliti tidak membuat catatan selama penelitian, kecuali mungkin dengan
menggunakan perekaman secara tersembunyi. Tetapi setelah selesai melakukan
pengamatan, peneliti harus segera membuat catatannya secepatnya sebelum
tertumpuk oleh informasi lainnya.
3. Observer berperan aktif
Dalam observasi ini peneliti dapat memainkan berbagai peran yang
dimungkinkan dalam suatu situasi sesuai dengan kondisi subjek yang diamati.
Cara ini dilakukan semata untuk dapat mengakses data yang diperlukan bagi
penelitian. Keberadaan peneliti sebenarnya diketahui oleh subjek yang diteliti,
tetapi peneliti telah dianggap sebagai bagian dari mereka dan kehadirannya
tidak mengganggu atau mempengaruhi sifat naturalistik. Apa yang dilakukan tidak
ubahnya sebagaimana yang dilakukan subjek yang diteliti.
4. Observer berperan penuh
Pada observasi ini peneliti bisa jadi sebagai anggota resmi dari kelompok
yang diamati atau sebagai orang dalam atau orang luar tetapi telah dianggap
sebagai orang dalam.
Peran peneliti dalam observasi terlibat penuh, bukan sekedar partisipasi
aktif dalam kegiatan subjek yang diteliti, tetapi juga bisa lebih menjadi
pengarah acara sebuah peristiwa terarah dengan skenario peneliti agar kedalaman
dan keutuhan datanya tercapai.
Dalam melakukan observasi ada beberapa hal yang mempengaruhi kecermatan
dalam observasi, yaitu:
- Prasangka-prasangka
dan keinginan-keinginan dari observer.
- Keterbatasan
panca indra, kemampuan pengamatan, dan ingatan manusia.
- Keterbatasan
wilayah pandang.
- Ketangkasan
menggunakan alat-alat pencatatan.
- Ketelitian
pencatatan hasil-hasil observasi
- Ketepatan
alat dalam observasi. Pengertian observer tentang gejala yang diobservasi.
- Kemampuan
menangkap hubungan sebab akibat tergantung pada keadaan mental, indra pada
suatu waktu.
Oleh karena itu untuk dapat menjadi seorang observer yang baik harus
memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mengerti latar belakang tentang materi yang akan diobservasi
Untuk mengobservasi tentang perkembangan anak maka seorang observer harus
mengusai teori tentang perkembangan yang harus dilalui oleh setiap anak.
2. Mampu memahami kode-kode / tanda-tanda tingkah laku untuk membedakan
tingkah laku yang satu dengan yang lain.
Seorang observer hendaknya mempunyai kemampuan untuk membedakan tanda-tanda
tingkah laku agar dapat membedakan tingkah laku yang satu dengan yang lainnya.
Juga perlu mengetahui perbedaan mengekspresikan emosi ke
dalam perilaku bagi masing-masing kelompok masyarakat.
3. Membagi perhatian
Seorang observer harus mampu membagi perhatiannya antara mengamati tindakan
yang dilakukan oleh observee dan mencatat perilaku tersebut.
4. Dapat melihat hal-hal yang detail
Seorang observer harus mampu mengamati perilaku observee sampai pada
perilaku yang sekecil-kecilnya, karena bisa saja perilaku yang dianggap tidak
penting justru merupakan perilaku yang sangat penting.
5. Dapat mereaksi dengan cepat dan menerangkan contoh-contoh tingkah laku
secara verbal/non verbal.
Seorang observer harus bisa memahami dengan
cepat perilaku yang ditunjukkan oleh observee dan bagaimana respon yang harus
diberikan.
6. Menjaga hubungan antara observer dan observee
Kemampuan
menjalin hubungan baik dengan observe merupakan faktor yang sangat penting
dalam observasi.
C. HAL-HAL YANG DIOBSERVASI
Banyak hal-hal,
peristiwa-peristiwa, masalah-masalah, dan gejala-gejala yang dapat diobservasi.
Dalam melakukan
observasi ada beberapa point yang biasanya perlu diperhatikan, yaitu:
A. Penampilan fisik : yang meliputi kondisi fisik
observe, misalnya tinggi badan, berat badan, warna kulit, dan lain-lain.
B. Gerakan tubuh / penggunaan anggota tubuh.
Misalnya: bagaimana postur tubuh observe, bagian tubuh mana yang sering
digunakan dan bagian mana yang kurang banyak gerakan (misalnya observe selalu
menggerak-gerakkan tengan ketika berbicara, dsb).
C. Ekspresi wajah : Bagaimana ekspresi wajah
observe ketika sedang berbicara.
D. Pembicaraan : yaitu bagaimana isi pembicaraan
yang dilakukan.
E. Rekasi emosi : yaitu bagaimana reaksi emosi
observe. Dalam penelitian seorang observer perlu memperhatikan bagaimana reaksi
emosi observe terhadap suatu masalah yang ingin diteliti.
F. Aktivitas yang dilakukan : Misalnya jenisnya,
lamanya, dengan siapa, dimana dan sebagainya.
G. Dan beberapa hal yang perlu diobservasi. Hal ini sesuai dengan tujuan dari
penelitian yang akan dilakukan.
D. LANGKAH-LANGKAH
DALAM OBSERVASI
Rummel telah merumuskan petunjuk-petunjuk penting bagi mereka yang menggunakan
metode observasi untuk mengumpulkan fakta-fakta seperti berikut:
1. Peroleh dahulu pengetahuan apa yang akan diobservasi. Penyelidik dapat
mengobservasi dan mengingat-ingat lebih banyak sifat-sifat khusus dari sesuatu
jika dia telah mempunyai pengetahuan lebih dahulu tentang apa yang akan
diobservasi dan jenis fenomena-fenomena apa yang perlu dicatat. Sebab itu
ketahui dan tentukan lebih dahulu apa-apa yang perlu diobservasi.
2. Selidiki tujuan-tujuan yang umum maupun khusus dari masalah-masalah reseach
untuk menentukan apa yang harus diobservasi. Perumusan masalah dan aspek-aspek
khusus dari penyelidikan akan menentukan apa yang harus diobservasi. Selidiki
secara mendalam dan gunakan penyelidikan-peyelidikan yang terdahulu yang
mempunyai hubungan dengan problematik reseach yang akan dilakukan untuk
memperoleh petunjuk-petunjuk tentang apa yang diobservasi dan dicatat.
3. Buatlah suatu cara untuk mencatat hasil-hasil observasi. Adalah penting
sekali untuk menetapkan lebih dahulu simbol-simbol statistik atau rumusan-rumusan
deskriptif yang akan digunakan untuk mencatat hasil-hasil observasi. Cara ini
akan menghemat waktu dan menyeragamkan tata kerja observasi yang dilakukan terhadap banyak peristiwa. Banyak orang merasa perlu
mencatat-catat hasil observasi, tetapi tidak berhasil untuk melakukan itu
karena ketiadaan cara pencatatn yang efisien.
Untuk melaksanakan itu umumnya digunakan check list. Check list akan
menghemat pencatatan sampai minimal dan jika dibuat secara cermat akan
memungkinkan penyelidik mencatat secara teliti unsur-unsur khusus dari gejala
yang akan diselidiki.
4. Adakan dan batasai dengan tegas macam-macam tingkat kategori yang akan
digunakan, kecuali mencatat jumlah frekuensi dari suatu jenis tingkah laku,
kerapkali perlu sekali penyelidik mengetahui besar kecilnya jenis tingkah laku
yang muncul.
5. Adakan observasi secermat-cermatnya.
6. Catatlah tiap-tiap gejala secara terpisah.
7. Ketahuilah beik-baik alat-alat pencatatan dan data caranya mencatat sebelum
melakukan observasi.
Secara singkat berikut langkah-langkah yang harus dilakukan dalam observasi
:
1. Mengetahui/memperoleh pengetahuan yang akan diobservasi.
2. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus.
3. Membuat tata cara observasi (metode apa, alatnya apa).
4. Membatasi dengan tegas hal-hal yang akan diobservasi.
5. Melakukan observasi dengan secermat-cermatnya.
6. Membuat hasil catatan-catatan/observasi.
7. Memahami pencatatan dan penggunaan alat.
E. PENCATATAN
LAPANGAN
Catatan lapangan berisi tentang hal-hal yang diamati, apapun yang oleh
peneliti dianggap penting. Penulisan catatan lapangan dapat dilakukan dalam
cara yang berbeda-beda. Yang penting untuk diingat adalah catatan lapangan
mutlak dibuat secara lengkap, dengan keterangan tanggal dan waktu yang lengkap.
Untuk mampu menulis catatan lapangan yang lengkap dan informatif, peneliti
perlu melatih kedisiplinan untuk melakukan pencatatan secara kontinyu, dan
menuliskannya langsung saat melakukan observasi di lapangan. Bila pencatatan
tidak mungkin dilakukan langsung di lapangan, hal tersebut wajib dilakukan
sesegera mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan. Peneliti harus
menyadari ia tidak dapat mengandalkan ingatanya saja, dan bila ia tidak segera
mencatat apa yang ia amati, sangat mungkin akan kehilangan nuansa yang diamati.
Catatan lapangan harus deskriptif, diberi tanggal dan waktu, dan dicatat
dengan menyertakan informasi-informasi dasar seperti dimana observasi
dilakukan, siapa yang hadir di sana, bagaimana setting fisik lingkungan,
interaksi sosial dan aktifitas apa yang berlangsung dan sebagainya.
Yang sangat penting untuk selalu diingat adalah peneliti yang baik akan
melaporkan hasil observasinya secara deskriptif, tidak interpratatif. Pengamat
tidak mencatat kesimpulan atau interpretasi, melainkan data kongrit berkenaan
dengan fenomena yang diamati.
Deskripsi yang memadai dalam detil, dan ditulis sedemikian rupa untuk
memungkinkan pembaca menvisualisasikan setting yang diamati. Deskripsi
interpretasi dengan menggunakan penyimpulan-penyimpulan dari peneliti harus
dihadari interpretasi dengan memberikan lebel atau penjelasan sifat-sifat tidak
ditunjukkan. Yang perlu dilakukan adalah menjabarkan situasi yang diamati
segera mengambil kesimpulan tentang hal tersebut.
Hasil interpretasi :
Contoh : Ruangan sangat nyaman dan indah. Mereka
sangat membenci satu sama lain.
Kongrit, apa adanya dan mendatai :
Contoh :
Ruangan berukuran…, terdengar suara musik dari alat perekam, dan tembok
yang berwarna biru muda digantungi beberapa lukisan pemandangan……
Kedua tersebut saling memuku. Yang satu terjatuh dan lelaki yang lain
kemudian menginjak sampai yang terjatuh tersebut berteriak-teriak…….
Dengan uraian deskriptif sekaligus informatif demikian, pengamat
meminimalkan biasnya, sehingga dengan sendirinya dengan sendirinya juga dapat
mengembangkan analisis yang lebih akurat saat menginterpretasi seluruh data
yang ada.
Bila relevan yang memungkinkan, catatan lapangan perlu juga diisi
kutipan-kutipan langsung apa yang dikatakan obyek yang diamati selama proses
observasi. Hal itu akan membantu peneliti dalam mengungkap prespektif orang
yang diamati mengenai realitas yang alami.
Guba dan Lincoln telah memberikan pedoman dalam pembuatan catatan :
1. Pembuatan catatan lapangan, yaitu gambaran umum peristiwa-peristiwa yang
telah diamati oleh peneliti. Dalam hal ini pengamat bebas membuat catatan, dan
biasanya dilakukan pada malam hari setelah melakukan observasi.
2. Buku harian, yang dibuat dalam bentuk yang teratur dan ditulis setiap hari,
yang isinya diambil dari catatan lapangan.
3. Catatan tentang satuan-satuan sistematis, yaitu catatan rinci tentang tema
yang muncul.
4. Catatan kronologis, yang merupakan catatan rinci tentang urutan peristiwa
dari waktu ke waktu.
5. Peta konteks, yang dapat berbentuk peta, sketsa atau diagram. Dengan peta
konteks ini dapat diperoleh gambaran umum tentang posisi subjek serta
perkembangannya.
6. Taksonomi dan ketegori yang dikembangkan selama analisa di lapangan.
7. Jadwal observasi berisi dekripsi waktu secara rinci tentang apa yang
dikerjakan, apa yang diamati, dimana, kapan dan lain-lain.
8. Siometik merupakan diagram hubungan antara subjek yang sedang diamati.
9. Panel yaitu pengamatan terhadap seseorang atau sekelompok orang secara
periodik.
10.
Kuesioner yang diisi oleh pengamat untuk
memberikan balikan kepada pengamat sehingga dapat lebih mengarahkan dan
memperbaiki teknik pengamatannya.
11.
Balikan dari pengamat lainnya, juga dapat
memperbaiki teknik pengamatan yang dipergunakannya.
12.
Daftar cek, dibuat untuk mengecek apakah semua
aspek informasi yang diperlukan telah direkam.
13.
Piranti elektronik, misalnya kamera atau video
yang disembunyikan.
14.
“Topeng Steno“ yaitu alat perekam suara yang
diletakkan secara tersembunyi di tubuh peneliti.
Banister (1994) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu
membuat catatan observasi, yaitu:
1. Deskripsi konteks.
2. Deskripsi mengenai karakteristik orang-orang yang diamati.
3. Deskripsi tentang siapa yang melakukan observasi.
4. Deskripsi mengenai perilaku yang ditampilkan orang-orang yang diamati.
5. Interpretasi sementara peneliti terhadap kejadian yang diamati.
6. Pertimbangan mengenai alternatif interpretasi lain.
7. Eksplorasi perasaan dan penghayatan peneliti terhadap kejadian yang
diamati.
F. SUMBER-SUMBER KESALAHAN DALAM
OBSERVASI
Dalam melakukan
observasi, terutama bagi observer pemula yang belum mahir melakukan observasi
kerap terjadi kesalahan dalam melakukannya oleh karena itu perlu diketahui
masalah-masalah yang sering menjadi sumber kesalahan dalam melakukan observasi.
Ada beberapa sumber kesalahan yang sering
ditemukan dalam observasi, yaitu:
1. Kesalahan yang bersumber pada kualitas personel
observer. Hal ini berkaitan dengan penelitia, hello effect, usia, latar
belakang pendidikan/budaya, personal value.
2. Kesalahan yang berhubungan dengan setting, skala, atau alat-alat yang
digunakan.
3. Kesalahan yangbersumber pada subjek penelitian. Mungkin dikarenakan kesalahan atau manipulasi diri.
4.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Observasi
Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk metode
observasi. Seorang peneliti harus mengetahui kelebihan dan kekurangan metode
yang digunkan sebagai alat untuk mengumpulkan data penelitian yang akan
dilakukannya sehingga dapat membuat perencanaan yang matang tentang metode yang
akan dipilih untuk kepentingan penelitiannya.
Kelebihan Metode Observasi, antara lain:
1. Pengamatan langsung atas perilaku memungkinkan peneliti untuk merekam
perilaku sebagaimana adanya.
2. Peneliti memperoleh data dari tangan pertama.
3. Dapat melengkapi dan memferifikasi hasil
wawancara.
4. Dapat memahami situasi yang rumit.
5. Dapat menghasilkan data yang tidak mungkin diperoleh dengan metode lainnya.
6. Dapat diterapkan secara luas dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial.
7. Informasi yang didapatkan lebih mendalam bila dibandingkan dengan metode
penelitian lain.
8. Lebih sedikit tuntutan bagi subjek yang diteliti.
9. Memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala.
10.
Tidak tergantung pada self report.
Selain kelebihan-kelebihan diatas, metode observasi juga memiliki beberapa
kekurangan.
Kekurangan Metode Observasi
1. Tidak sempurnanya organ-organ penginderaan
manusia.
2. Persepsi selektif. Orang cenderung memilih satu
hal sebagai pusat pengamatan sehingga hal lain luput dari pengamatan.
3. Indra kurang bisa membuat perbandingan karena indra cenderung menyesuaikan
dengan kondisi-kondisi tertentu.
4. Indra tidak bekerja bebas dari pengalaman masa lalu.
5. Proses pengamatan dapat berpengaruh terhadap gejala-gejala yang diamati.
Subjek memanupulasi diri dihadapan pengamat.
6. Dibutuhkan pengetahuan yang lebih tentang persoalan pokok yang diamati dan
pengalaman yang memadai.
7. Banyak kejadian yang tidak dapat diungkap dengan observasi langsung,
misalnya kehidupan pribadi yang sangat rahasia.
8. Timulnya kejadian tidak selalu dapar diramalkan sehingga observer dapat
hadir untuk mengamati kejadian tersebut.
9. Tugas observasi dapat terganggu pada waktu ada peristiwa yang tidak
terduga, misalnya cuaca.
10.
Terbatasi oleh berlangsungnya kejadian yang
diamati.
Untuk memaksimalkan metode observasi dan memaksimalkan kelebihan dan
memimalkan kelemahan metode observasi perlu dipenuhi hal-hal seperti :
1. Peneliti harus memahami konteks dimana perilaku itu terjadi.
2. Dapat menangkap makna dari tindakan penuh arti yang dialami para subjek.
3. Dapat menangkap world view masyarakat yang
diamati.
4. Dapat menangkap perilaku yang berpola dari
subjek yang dimati.
Selain salah satu
upaya untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut adalah dengan menggunkan
metode triangulasi. Dengan prosedur tersebut, data pengamatan dilengakapi
dengan data yang diperoleh dengan cara lain seperti kuesioner dan sumber data
sekunder lain. ketepatan data dapat diperoleh dengan metode ganda.
Selain cara-cara
tersebut, cara yang juga sering dilakukan oleh seorang peneliti yang
menggunakan metode observasi dalam pengumpulan data adalah dengan cara
memperbanyak jumlah orang yang melakukan observasi (observer).
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
A. VALIDITAS
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang
ingin diukur. Bila seseorang ingin mengukur berat suatu benda, maka ia harus menggunakan
timbangan. Timbangan adalah alat ukur yang valid bila dipakai untuk mengukur
berat. Bila panjang benda yang ingin diukur, maka harus menggunakan meteran.
Meteran adalah alat pengukur valid bila digunakan untuk mengukur panjang.
Tetapi, tibangan bukanlah alat pengukur yang valid jika digunakan untuk
mengukur panjang.
1. Jenis-Jenis Validitas
Validitas alat pengumpul data dapat digolongkan beberapa jenis, di bawah
ini ada beberapa jenis validitas yang perlu diperhatikan.
a. Face Validity
Bagaimana kelihatannya suatu alat pengukur benar-benar mengukur apa yang
akan diukur. Misalnya mengukur kemampuan sebagai seorang sopir, seorang
observee harus disuruh mengendarai mobil. Tetapi bila pengukuran kemampuan
mengendarai mobil dilakukan dengan ujian tertulis tentang teknik mengendarai
mobil, maka lat pengukur tersebut kurang memiliki face validity.
b. Content Validity
Content validity atau bisa disebut sebagai validitas isi adalah sejauh mana
isi alat ukur tersebut memiliki semua aspek yang dianggap sebagai aspek
kerangka konsep. data yang mencerminkan ciri-ciri yang telah ditentukan yaitu
apa saja yang diungkap / diukur. Contohnya bila seorang peneliti ingin mengukur
keikutsertaan dalam program KB dengan menyatakan metode kontrasepsi yang
dipakai. Bila aspek yang diamati tidak mencakup semua metode kontrasepsi, maka
alat ukut tersebut tidak memiliki validitas isi.
c. Predicty Validity
Alat pengukur yang dibuat oleh peneliti seringkali dimaksudkan untuk
memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Contohnya adalah
ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Ujian tersebut adalah upaya untuk
memperedisi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Peserta yang lulus
ujian dengan nilai baik diprediksikan akan dapat mengikuti pelajaran di
perguruan tinggi dengan sukses.
Apakah soal ujian masuk tersebut memiliki validitas prediktif, sangat
tergantung pada apakah ada korelasi yang tinggi antara nilai ujian masuk dengan
prestasi belajar setelah menjadi mahasiswa. Bila ternyata ada korelasi yang
tinggi antara nilai ujian seleksi dengan indeks prestasi belajar mahasiswa,
maka soal ujian selaksi tersebut memiliki validitas prediktif.
Untuk mendapatkan validitas yang tinggi maka harus menyiapkan dengan
sungguh-sungguh materi yang akan diukur.
d. Construct validity
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Misalkan seorang peneliti ingin
mengukur konsep religiusitas. Pertama-tama yang harus dilakukan oleh peneliti
ialah mencari apa saja yang merupakan kerangka dari konsep tersebut. Dengan
diketahuinya kerangka tersebut, seorang peneliti dapat menyusun tolak ukur
operational konsep tersebut.
Misalnya ingin mengukur status ekonomi responden dengan menggunakan lima
komponen status ekonomi, yakni 1. Penghasilan per bulan; 2. Pengeluaran per
bulan; 3. Pemilikan barang; 4. Porsi penghasilan yang digunakan untuk rekreasi;
dan 5. Kualitas rumah. Apabila ada konsosistensi antara komponen-komponen
konstruk yang satu dengan yang lain, maka konstruk tersebut memiliki validitas.
e. Concurent validity
Mengobservasi perilaku dengan membandingkan perilaku lain. Contoh :
perilaku di sekolah = perilaku di luar kelas (menunjukkan agresivitas).
2. Teknik Menguji Validitas
Pekerjaan untuk mencari validitas suatu alat ukur disebut validation.
Prinsip dari validation adalah membandingkan hasil-hasil dari pengukuran faktor
dengan suatu kriterium, suatu ukuran yang telah dipandang valid untuk
menunjukkan faktor yang dimaksud. Jadi misalnya suatu alat pengukur handak
menyelidiki faktor ketelitian kerja, maka harus diambil lebih dahulu suatu
kriterium yang dapat dipandang mencerminkan ketelitian kerja. Dari kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian
kerja disoroti. Jika hasil pengukuran menunjukkan besar ketelitian kerja yang
sesuai dengan hasil pengukuran itu, maka alat pengukur itu dipandang valid.
Ada dua jenis kriterium yang digunakan untuk menguji kejituan alat
pengukur, yaitu:
a. Kriterium luar atau eksternal criterion.
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari luar alat pengukur itu sendiri.
Misalnya : suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan
prestasi kerja yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan
hasil kerja atau penilaian pimpinan unit.
b. Kriterium dalam alat atau internal criterion
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari dalam alat itu sendiri. Biasanya
diambil hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya.
Misalnya : ingin mengukur intelegensi yang terdiri dari faktor-faktor daya
analisa, daya klasifikasi, daya ingatan, daya pemahaman, daya kritik dsb. Maka
untuk menguji apakah sekelompok item benar-benar mengukur daya analisa,
misalnya, jawaban-jawaban terhadap item daya analisa dicocokkan dengan hasil
tes karena secara keseluruhan atau total score. Antara nilai total harus
terdapat korelasi yang positif tinggi dan cukup meyakinkan.
Kecocokan antara hasil-hasil dari item yang disangka mengukur suatu faktor
dengan suatu kriterium yang dipandang telah valid disebut factorial validity
atau validitas faktor. Besar kecilnya validitas faktor tergantung kepada besar
kecilnya kecocokan itu.
B. RELIBILITAS
Reliabilitas observasi adalah keajegan apa yang diobservasi. Suatu hasil
observasi bila diuji kembali oleh orang lain baik di lain waktu maupun sekarang
maka hasilnya relatif sama.
1. Sumber-Sumber Kesesatan
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari pelbagai proses biologik dan pspsikologik. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan. Dalam masing-masing, proses ini tergantung sumber-sumber kesesatan
yang perlu mendapat perhatian yang sekasama.
a. Pengamatan
Dua indra yang
sangat vital dalam pengamatan adalah mata dan telinga. Baik dalam penyelidikan
di laboratorium maupun dalam penyelidikan lapangan dua-duanya selalu terpakai,
sungguhpun dalam banyak hal mata memegang peranan yang lebih dominan.
Terbatasnya
penglihatan ditimbulkan terutama dari keadaan objek yang dihadapi. Kebanyakan
objek-objek penyelidikan adalah objek-objek yang kompleks, mempunyai
unsur-unsur yang banyak, segi-segi yang berliku-liku atau dimensi-dimensi yang
majemuk. Pada suatu saat orang hanya mampu menangkap sebagian kecil saja dari
objek yang kompleks itu. Karena itu jika objek yang kompleks tidak hanya akan
dilihat salah satu seginya atau unsurnya, kelemahan atau keterbatasan itu perlu
diatasi dengan cara-cara tertentu.
Ada tiga cara mengatasi sifat itu, yaitu:
1. Menyediakan
waktu yang lebih banyak agar dapat melihat objek yang kompleks dari berbagai
segi, dari berbagai jurusan secara berulang-ulang,
2. Menggunkan
observer yang lebih banyak untuk melihat objeknya dan menginterpretasikan
hasil-hasil penyelidikan itu.
3. Mengambil lebih
banyak objek yang sejenis agar dalam jangka waktu yang terbatas dapat disoroti
objek-objek itu dari segi-segi yang berbeda-beda oleh penyelidik yang terbatas
jumlahnya.
b. Ingatan.
Tidak semua orang memiliki ingatan yang setia dan luas. Kedua dimensi
ingatan ini membuat batasan-batasan dalam reliabilitas pengamatan. Karena itu
ada cara-cara yang perlu diperhatikan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
tersebut, yaitu antara lain :
1. Mengadakan
pencatatan biasa dan atau dengan check list.
2. Menggunakan
alat-alat mekanik (tape recorder, karema foto dll).
3. Menggunakan
lebih banyak observer.
4. Memusatkan perhatian pada data yang
relevan.
5. Mengklarifikasi gejala dalam
golongan-golongan yang tepat.
6. Menambahkan
bahan pengetahuan tentang objek yang akan diamati.
2. Teknik Untuk Menetapkan Reliabilitas
Prosedur yang lazim digunakan untuk menilai reliabilitas pengukuran adalah
mencari petunjuk atau indeks hubungan antara hasil-hasil pengukuran yang
pertama dengan hasil-hasil pengukuran ulangan. Indeks hubungan itu disebut
koefisien korelasi.
Pada dasarnya ada dua pokok pikiran yang tersembunyi di balik penghitungan
koefisien korelasi itu :
a. Bahwa gejala atau ciri gejala tetap bertahan dan tidak berubah dari pengukuran
yang satu ke pengukuran yang lain.
b. Bahwa pengukuran berikutnya adalah ekuivalen dalam pengukuran yang
mendahuluinya.
Ada tida jenis teknik reliabilitas, yaitu:
a. Teknik Ulangan
Dalam teknik ulangan alat pengukur yang sama diberikan kepada sejumlah
subjek yang sama pada saat-saat yang berbeda, dalam kondisi-kondisi pengukuran
yang relatif sama.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Kenakan alat pengukur kepada sejumlah subjek.
2. Setelah beberapa waktu berselang, ulangi langkah yang pertama; alatnya
sama, subjeknya juga sama, prosedur pengukurannya juga sama dan kondisi-kondisi
pengukuran harus relatif sama.
3. Selidiki korelasi antar hasil pengukuran yang pertama dengan pengukuran
yang kedua.
Dalam teknik ulangan ini diambil asumsi bahwa gejala yang diukur tidak
berubah dalam tenggang waktu pengukuran pertama dan kedua. Jika jarak
pengukurannya cukup lama asumsi itu menjadi sangat kabur tanpa suatu
pengetahuan bahwa memang dalam tenggang waktu sekian lama itu gejalanya sama
sekali tidak berubah.
b. Teknik Bentuk Pararel
Dalam teknik bentuk parerel ini sekelompok item disajikan kepada sejumlah
subjek. Kelompok item ini disebut bentuk I. Kepada subjek-subjek itu juga
dengan atau tanpa tenggang waktu diberikan sekelompok item lainnya yang dipandang
seimbang dengan kelompok item yang pertama. Kelompok item yang kedua ini
disebut bentuk II. Hasil dari kedua bentuk itu kemudian dikorelasikan untuk
memperoleh koefisien korelasi.
Jadi langkah-langkah pokok dalam reliabilitas dengan teknik bentuk pararel
adalah sebagai berikut :
1. Memberikan bentuk I kepada sejumlah subjek.
2. Memberikan bentuk II kepada subjek-subjek itu
juga, dengan atau tanpa tenggang waktu.
3. Mencari korelasi antara hasil bantuk I dan hasil
bentuk II.
4.
c. Teknik Belah Dua
Dalam teknik belah dua suatu baterai alat
pengukur diberikan kepada sejumlah subjek, kemudian item dari baterei dibagi
dua, dan score dari separuh baterei dikorelasikan dengan score dari separuh
item sisanya.
Jadi langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Berikan baterei kepada sejumlah subjek.
2. Bagi dua item dalam baterei .
3. Cari korelasi antar score dari separuh item yang pertama dengan score dari
separuh item yang kedua.
Prosedur yang lazim untuk membelah baterei menjadi dua kelompok item adalah
mengumpulkan item yang bernomor ganjil menjadi satu kelompok, dan item yang
genap menjadi satu kelompok yang lain (ganjil-genap). Kecuali bisa dengan jalan
random.